Gedung DPRD Lamsel jadi Medan PKS Tolak Kenaikan BBM
KALIANDA –Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terus-menerus menyuarakan penolakan terhadap kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi.
Dari hulu sampai hilir, Parpol berhaluan islam ini secara terang-terangan menolak kenaikan BBM, di tengah fraksi lain yang tampak malu-malu mengekspresikan gaya penolakan meraka.
Tak tanggung-tanggung, sidang paripurna penyampaian Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan APBD Kabupaten Lampung Selatan Tahun Anggaran (TA) 2022 di jadikan Fraksi PKS sebagai medan penolakan kenaikan BBM subsidi.
Meraka menegaskan bahwa penolakan tersebut merupakan suara masyarakat Lampung Selatan. Melihat perokonomian yang belum pulih dari masa pandemi serta masyarakat yang baru mulai menata perekonomian kini dihantam badai kenaikan BBM.
“ Kenaikan harga BBM akan menimbulkan efek multiplier, mulai dari naiknya biaya angkutan, naiknya harga bahan pangan, harga barang. Menurunkan daya beli masyarakat bisa memicu inflasi dan akhirnya secara signifikan meningkatkan angka kemiskininan,” ujar juru bicara Fraksi PKS Dede Suhendar usai menyampaikan pandangan umum fraksi PKS, Rabu (7/9).
Legislator asal Way Sulan ini, mewakili Fraksi PKS dan aspirasi masyarakat Lampung Selatan menyampaikan penolakan secara terbuka. PKS mengekspresikan penolakan itu dengan membentangkan tulisan “PKS Menolak Kenaikan Harga BBM!!” di hadapan anggota DPRD Lamsel dan pejabat Lampung Selatan yang hadir dalam rapat paripurna tersebut.
Dari enam personel Fraksi PKS, lima legislator PKS yang hadir secara fisik di gedung DPRD Lamsel melakukan aksi tersebut, mereka adalah Dede Suhendar, Bowo Edi Anggoro, Lukman, Imam Rohadi dan M. Akyas.
Apa yang dilakoni Fraksi PKS bukan tanpa alasan, sebab kegalauan dari kenaikan harga BBM ini sudah sangat dirasakan oleh pedangan di Kalianda, nelayan di Sragi hingga pelaku UMKM yang tersebar di 17 kecamatan. Semua bingung meski pemerintah telah menjanjikan BLT-BBM yang digadang-gadang bakal menjadi jalan keluar bagi persoalan tersebut.
Nelayan menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling merasakan dampak besar dari kenaikan harga Bahan Bakan Minyak (BBM).
Bahkan sejumlah nelayan di Dusun Kualajaya, Desa Bandar Agung, Kecamatan Sragi tidak turun melaut sejak kenaikan harga Solar sejak Sabtu pekan lalu.
Deli (45) salah satu nelayan mengaku mengaku mengeluh dengan kenaikan harga BBM jenis solar. Dengan naiknya harga BBM kini penghasilannya sebagai nelayan sudah tidak sebanding dengan biaya oparasional.
“Sekarang solah sudah Rp 6.800 per liternya. Sementara hasil tangkapan kita semakin berkurang, sudah tidak sebanding lagi penghasilan nelayan dengan biaya beli solar,” kata Deli kepada Radar Lamsel.
Deli mengungkapkan, dengan kenaikan harga solar membuat nelayan juga enggan melaut. “Kita juga belum turun kelaut. Yak arena saat ini sedang sepi tangkapan, kalau dipaksakan turun bukan dapat hasil malah nombok,” sambungnya.
Hal senada juga diutarakan oleh Baso (50) ia menerangkan, sejak pemerintah menaikan harga BBM nelayan di Dusun Kualajaya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 300 ribu untuk 35 liter solar.
“Sebelum naik harga kita beli solar Cuma Rp 240 ribu, bahkan ada yang Rp 240. Sekarang sudah enggak bisa lagi, harus mengeluarkan biaya Rp 300 ribu untuk sekali turun melaut dari pagi sampai sore,” ungkapnya.
Tak hanya itu saja, selain harga yang naik nelayan juga kesulitan mendapatan solar. Bahkan Baso membeli solar di wilayah Lampung Timur.
“Kalau dari Lampung Selatan enggak ada, tau sendiri jalan di Kualajaya kondisinya rusak parah. Mau tak mau kita beli di Lampung Timur, beli solar di atas perahu,” terangnya.
Baso juga berharap, Pemerintah Lampung Selatan dapat memberikan solusi kepada nelayan ditengah kenaikan harga bahan bakar solar.
“Nelayan di Kualajaya ini sebagian besar menggunakan solar, semuanya merasakan dampak kenaikan BBM ini. Harapan kita ada solusi dari pemerintah, ada bantuan untuk nelayan,” harapnya.
Dari pantauan Radar Lamsel di Pasar Inpres Kalianda, harga telur ayam ras masih bertahan di angka Rp30.000 per kilogram, gula pasir Rp15.000 per kilogram, minyak goreng kemasan dan curah Rp15.000 kilogram. Sedangkan harga cabai merah Rp55.000 per kilogram, cabai rawit Rp45.000 per kilogram, bawang merah Rp25.000 per kilogram dan bawang putih Rp20.000 per kilogram nya.
Salah satu pedagang, Nani (42) menyebutkan, sejauh ini belum ada kenaikan harga kebutuhan pokok yang dia jual pasca kenaikan harga BBM namun kenaikan BBM menjamin kenaikan barang dan jasa lainnya. “Belum ada perubahan, masih sama seperti kemarin tapi ya pasti naik,” ungkap Nani pemilik lapak di Pasar Inpres Kalianda.
Menurutnya, belum adanya perubahan harga itu disebabkan belum adanya pasokan baru yang masuk ke pasar. Sehingga, dia dan pedagang lainnya masih menjual dengan harga yang sebelumnya.
“Karena kita masih menjual harga sesuai dengan harga modal kita. Tapi tidak tahu nanti kalau sudah ada agen yang masuk hari ini. Bisa jadi ada penyesuaian harga,” imbuhnya.
Meski demikian, para pedagang menafsir jika harga kebutuhan pokok bakal mengalami kenaikan. Hal itu disebabkan karena biaya operasional meningkat akibat keniakan harga BBM.
“Kalau biasanya pasti akan naik semua harga kebutuhan. Alasannya agen pasti karena biaya operasionalnya meningkat. Kalau kami ya pasrah saja menjual menyesuaikan dengan harga modal yang kami dapatkan,” tukasnya.
Suara lain datang dari pembeli, jika pedagang hanya bisa pasrah maka pembeli pun hanya bisa ngedumel di tengah naiknya harga BBM. Ibu rumah tangga mulai di rundung kecemasan, trauma terhadap kenaikan harga minyak goreng masih membekas di ingatan mereka.
“ Duh, BBM naik nanti harga-harga naik juga. Minyak goreng naik saja ibu-ibu ngantre bukan main demi dapat harga murah. Katanya mau ada BLT atas kenaikan BBM, awas aja kalau nggak tepat sasaran pak,” celetuk ibu-ibu berbadan gemuk menghela nafas sambil berlalu. (red)
Sumber: